Sepotong Senja Untuk Pacarku - By Seno Gumira Ajidarma
"... yang bagaikan impian selalu saja membuat aku mengangankan segala hal yang paling mungkin kulakukan bersamamu meski aku tahu semua itu akan tetap tinggal sebagai kemungkinan yang entah kapan menjadi kenyataan."
"Untuk apa? Kata - kata tidak ada gunanya dan selalu sia - sia. Lagipula siapakah yang masih sudi mendengarnya? Di dunia ini semua orang sibuk berkata - kata tanpa pernah mendengar kata - kata orang lain. Mereka berkata - kata tanpa peduli apakah ada orang lain yang mendengarnya. Bahkan mereka juga tidak peduli dengan kata - katanya sendiri."
"Tapi manusia manapun bisa melakukan kesalahan bukan ?"
"'Kalau begitu kita semua akan mati.'
'Kenapa?'
'Karena yang tidak kita ketahui lebih banyak dari yang kita ketahui, dan yang tidak diketahui itulah yang akan menjadi penyebab kematian kita semua.'"
"Dunia dalam mataku yang terpejam ternyata lebih terang daripada dunia dengan mata terbuka yang kehitamannya jauh lebih hitam dari hitam yang paling hitam."
"Sebuah jeritan purba dari perasaan yang terluka."
"'Kudengar jeritannya yang pilu, jeritan purba dari perasaan yang terluka.'
'Bagaimana sebenarnya jeritan yang pilu itu?'
'Aku tidak bisa menirukannya, tapi kalau kau dengar sendiri jeritan purba dari perasaan yang terluka itu engkau akan merasa sangat sedih.'"
"Pelabuhan mana pun tidak pernah melabuhkan hatiku, maka setiap kali aku turun dari sebuah kapal, setelah makan di warung segera pula aku berangkat kembali."
"Kunang - kunang yang beterbangan di kuburan sungguh indah, sungguh manis, seperti hati manusia yang baik menyinari kegelapan."
"..., kita tak bisa hidup sendiri tanpa suku - suku lain, kita semua saling membutuhkan."
"Apakah tempat memandang yang sama akan menghasilkan penglihatan yang sama?"
"..., kenekatan bagi kita bukanlah andalan, apalagi kegilaan."
"Riwayat ... itu sekarang sudah dilupakan orang, seperti semesta yang menguap."
"Itulah senja, yang seperti cinta, tiada pernah tetap tinggal abadi, selalu berubah sebelum punah, meninggalkan segalanya dalam kegelapan dunia yang merana."
"..., karena senja yang sempurna cuma sekejap, hanya melintas sepintas seperti kebahagiaan, ..."
"Hujan, Senja, dan Cinta"
"Karena ia mencintai dia, dan dia menyukai hujan, maka ia menciptakan hujan untuk dia."
"Dia tahu betapa ia selalu memberikan yang terbaik untuk dirinya. Dia terharu dengan cinta yang membuat segala benda dan peristiwa menjadi bermakna."
"Cinta membut sepasang kekasih saling memikirkan dan saling merindukan, menciptakan getaran cinta yang merayapi partikel udara, meluncur dan melaju ke tujuan yang sama dalam denyutan semesta."
"... karena hujan yang turun ke bumi mengikuti dia atas nama cinta."
"Seberapa lama sih umur cinta?"
"Hujan itu akan selalu ada selama aku masih mencintai kamu."
"Waktu meninggalkan jejak, begitu pula saat - saat yang dilaluinya bersama dia. Segenap makna perjumpaannya meresap ke dalam hatinya dan ia tidak bisa melupakan dia."
"Mereka telah berpisah, tapi tidak terpisahkan."
"..., tak ada janji, pada perjumpaan yang mana pun --tapi janji - janji memang tidak diperlukannya, karena janji sebuah cinta yang paling membara sekali pun hanyalah janji suatu senja yang terindah."
"Dia bahagia sekali, namun tidak bisa berkata apa - apa. Terlalu banyak pertanyaan yang tidak akan bisa dijawabnya. Jadi dia tidak berkata apa-apa. Ia pun tidak berkata apa-apa."
"... bagaikan sebuah impian yang menjanjikan ..."
"Cinta mulai berkurang.
'Kenapa cintanya bisa berkurang ? Cinta itu mestinya abadi dong!'"
"Dia ingin mengirimkan senja itu kepadanya, sebagai tanda bahwa dia masih mencintainya --mungkin cintanya memang masih ada sedikit, mungkin agak banyak, mungkin pula hatinya tak pernah berubah sebetulnya, tak jelaslah."
"Senja adalah jani sebuah perpisahan yang menyedihkan tapi layak dinanti karena pesona kesempurnaan yang rapuh, seperti kehidupan yang selalu terancam setiap saat untuk berakhir dengan patuh."
"Aku tidak pernah membawa apa-apa, tapi selalu membawa cinta"
"Aku menjadi manusia yang berbeda, dan perasaan berbeda itu begitu terasa ketika orang yang terdekat pun tidak mengenali isi kepala kita."
"Dunia tidak akan pernah sama lagi mulai sekarang. Apakah dunia tidak akan pernah sama lagi mulai sekarang?"
"Apakah aku sebaiknya berharap tanpa kepastian ataukah aku sebaiknya menerima saja ... dan ... sebaiknya tidak udah dipikirkan lagi ?"
"... cinta kita pun abadi seperti mimpi."
"Kalau kita bisa mencintai yang kita miliki saja, dan tidak selalu mengharapkan yang tidak ada, barangkali hidup juga akan menjadi lebih mudah."
"Kurelakan cinta yang tidak abadi seperti mimpi. Biarlah segalanya berlalu dan selalu berlalu seperti peristiwa apa pun yang akan selalu berlalu."
"Aku menoleh. Maneka sudah hilang ditelan kelam. Seperti akhir setiap perjumpaan kami, aku tak pernah pasti apakah kami akan berjumpa lagi kelak suatu saat entah kapan entah dimana. Namun setidaknya kini aku mempunyai pilihan, mengenangnya dalam senja yang berwarna atau yang hitam putih."
"Sebetulnya tidak ada. Terkihat tapi tidak ada."
"Aku heran, bagaimana semua ini mungkin? Apakah kita semua boleh percaya kepada sesuatu yang tidak ada? Yang timbul tenggelam seperti mimpi tapi yang bukan mimpi, sesuatu yang terlihat tapi tak terpegang, terdengar tapi tak terekam, sesuatu yang tidak ada tetapi terabadikan ?"
"Itulah perasaan sendu yang timbul ketika manusia mengalami sesuatu yang sulit diungkapkannya kembali meski sangat dikenalnya."
"Bayangan. Bayangan. Apakah hidup kita bukan suatu bayangan yang tidak pernah benar - benar nyata ?"
"..., lantas masuk dan menutup pintu tanpa menoleh - noleh lagi."
"..., menjanjikan kebahagiaan yang sungguh - sungguh nyata."
"... seni adalah suatu impian."
"Betapa indahnya impian yang menjadi kenyataan ..."
"... suatu keajaiban tak bisa dilawan yang bisa bikin putus asa, tapi orang-orang tak sudi putus asa."
"Mereka selalu berpesta, namun gagal menjadi bahagia. Dunia telah menjadi tempat yang membingungkan."
"Kesenjangan antara keingintahuan dan terbatasnya pengetahuan yang tersedia ini telah menyuburkan pemikiran mistik, takhayul-takhayul yang kosong namun mempunyai banyak penganut."
"... orang - orang hanya bisa menonton dengan persiapan yang matang untuk berduka."
"..., seperti senja yang tahu bahwa inilah penampilan terakhirnya dan betapa senja itu berharap akan dikenang untuk selama - lamanya."
"Memang indah, tapi tetap menyedihkan."
"Atau, barangkali memang keharuan akan hilangnya sesuatu adalah kebahagiaan?"
"Mereka ini tidak pernah keluar lagi, karena di sebuah dunia yang waktunya bisa diulang, mereka tidak akan pernah mati dan juga tidak akan ernah merasa bosan."
"Betapa tidak akan menguji ketabahan --jika sesuatu yang sudah seolah-olah seperti cinta masih juga tidka memberi jaminan kebahagiaan ?"
"Namun apakah masih boleh disebut semacam cinta jika tidak terdapat kebahagiaan padanya meski setidak-tidaknya sesuatu seperti kebahagiaan dalam penderitaan?"
"..., dan sesuatu yang tidak ada mestinya tidak perlu membawa kebahagiaan maupun penderitaan."
"Haruskah ada yang lebih indah dari senja --meski tanpa kisah cinta didalamnya?"
"..., dan apakah kiranya yang bisa kita saksikan salam kegelapan yang pekat, begitu pekat, sehingga tiada lagi yang bisa dilihat selain gelap ?"
"..., karena aku tidak yakin semua ini akan menjadi nyata, meski seperti mengharapkannya."
"Mungkinkah aku membayangkan diriku sendiri untuk sebuah adegan yang tidak akan pernah ada?"
"... semacam perasaan ketika melihat seseorang yang pergi untuk tidka pernah kembali, berpisah san tahu pasti tidak akan pernah berjumpa lagi --seperti menyaksikan seseorang yang berangkat dan akan mati."
"Memang indah, tapi tetap menyedihkan."
"Atau, barangkali memang keharuan akan hilangnya sesuatu adalah kebahagiaan?"
"Mereka ini tidak pernah keluar lagi, karena di sebuah dunia yang waktunya bisa diulang, mereka tidak akan pernah mati dan juga tidak akan ernah merasa bosan."
"Betapa tidak akan menguji ketabahan --jika sesuatu yang sudah seolah-olah seperti cinta masih juga tidka memberi jaminan kebahagiaan ?"
"Namun apakah masih boleh disebut semacam cinta jika tidak terdapat kebahagiaan padanya meski setidak-tidaknya sesuatu seperti kebahagiaan dalam penderitaan?"
"..., dan sesuatu yang tidak ada mestinya tidak perlu membawa kebahagiaan maupun penderitaan."
"Haruskah ada yang lebih indah dari senja --meski tanpa kisah cinta didalamnya?"
"..., dan apakah kiranya yang bisa kita saksikan salam kegelapan yang pekat, begitu pekat, sehingga tiada lagi yang bisa dilihat selain gelap ?"
"..., karena aku tidak yakin semua ini akan menjadi nyata, meski seperti mengharapkannya."
"Mungkinkah aku membayangkan diriku sendiri untuk sebuah adegan yang tidak akan pernah ada?"
"... semacam perasaan ketika melihat seseorang yang pergi untuk tidka pernah kembali, berpisah san tahu pasti tidak akan pernah berjumpa lagi --seperti menyaksikan seseorang yang berangkat dan akan mati."
Komentar
Posting Komentar